Skip to main content

Posts

Industri dan Kemanusiaan

Sekilas mendengar kata industri, adalah sebuah kata yang maju, membangun, keren, dan memesona. Di balik itu, ada sebuah kekejaman tersirat dari sebuah perindustrian. Tenaga yang diperah untuk kepentingan para kapital, tentu dengan upah yang disepakati oleh serikat pekerja dan petinggi perusahaan. Karena industri melibatkan tenaga manusia. Waktu adalah hal yang sangat penting bagi industri produksi. Waktu bekerja dan istirahat diatur sedemikian rupa. Istirahat melewati batas tentu akan terkena teguran. Bagi perusahaan yang memberlakukan tiga shift, pagi, siang, dan malam, tentu mereka tak ingin waktu sedetikpun terbuang sia-sia. Setiap shift memiliki target yang harus dicapai selama delapan jam kerja. Perusahaan produksi biasanya memiliki satu unit kelompok yang memroduksi produk tertentu. Anggaplah shift satu disebut kelompok A, shift dua kelompok B, dan shift tiga kelompok C. Setiap kelompok, dipimpin oleh seorang mandor. Akan menjadi sebuah pertanyaan besar, bagi petinggi perus
Recent posts

Sekeping Rahasia

Setiap orang memiliki rahasia. Menurut saya, setiap orang memiliki sekeping rahasia yang tidak akan pernah diceritakan kepada orang terdekat sekali pun. Bahkan kepada pasangan hidup, anak-anak, atau kedua orang tua mereka. Sekeping rahasia yang dibiarkan mengendap, menjadi kristal-kristal bening yang mengabadi, dan mungkin hanya akan terkuak setelah manusia mengalami kematian. Setelah manusia menghadapi persidangan terakhir, sebelum ditentukan tempat tinggal yang sesungguhnya. Tak ada manusia yang sempurna. Terdengar klise memang. Semua orang mungkin sudah pernah mengoarkan hal yang sama. Terlalu sering manusia melalu-lalangkan sebuah nasehat baik. Seorang suami saleh, mungkin tidak akan menceritakan pengalaman buruk yang pernah menjadi bagian dari masa lalunya. Entah dia adalah seorang begal di jalanan, perampok, maling, atau yang lebih keji, seorang laki-laki yang suka meniduri perempuan cantik. Ketika semua orang tahu, tentang masa lalunya, mungkin ia akan dicaci, dipandang se

Perjalanan Kecil

Enam tahun lalu naskah saya ditolak oleh beberapa penerbit mayor. Pengalaman itu sempat membuat semangat saya runtuh. Berhenti menulis selama beberapa tahun. Selain faktor dari diri saya sendiri, faktor lingkungan saya juga tidak terlalu mendukung impian saya untuk menjadi seorang penulis. Mereka mencemooh, menertawakan, bahkan mencaci. Salah seorang dari mereka mengatakan, hidup itu nggak usah muluk-muluk, nggak usah kakehan polah, yang penting cukup untuk membahagiakan anak istri , dan orang tua . Sudah cukup. Kata-kata mereka menambah melenyapkan semangat saya yang sudah meluruh. Setiap penerbit rata-rata memiliki masa tunggu selama tiga bulan untuk menerbitkan naskah seorang penulis. Bahkan, ada yang sampai enam bulan. Selama masa tunggu, saya tak melakukan apapun (dalam arti, saya tidak menulis selama menunggu, dan itu adalah sebuah kesalahan). Seharusnya, saya menulis naskah lain yang mungkin suatu saat, bias diterbitkan. Saya pasif. Selama lima tahun saya putus hubungan de

Terlambat

Tiang-tiang runtuh Rubuh menerpa tubuh-tubuh berpeluh Kegoncangan meradang garang Berhenti, cukup, kata mereka Kebuasan dimiliki hati yang kalap Kau tahu kenapa rontamu tak didengar? Penyangga yang kau bangun, muasalnya adalah ratapan Rebahmu terlambat Hari sudah terlanjur senja

Satu Ledakan

Satu kata itu cukup meledakkan Membuyarkan impian-impian yang pernah terajut Awan mengelabu Udara yang kuhirup menyesakkan Aku goyah dalam kelinglungan Tak kudapati setitik pun cahaya Langkah gontai berayun Menelusurkan diri pada kegelapan Aku bukan kosong Jiwa dan benakku penuh dengan isi Meski dengan kemuraman bergelayut Ledakannya begitu hebat Seolah memang menghancurkan semua lini hidupku Aku mujur atau hancur Aku masih menghirup udara yang diembuskan-Nya Aku tenggelam Dan aku ingin tenggelam lebih dalam Kadang kubiarkan seseorang menggamit lenganku yang melambai-lambai Kadang aku menurut kepada mereka yang masih menolongku "Kau tak sendiri kawan" kata mereka Aku hanya menjawab dengan diam, teringat kata yang meledakkan itu Katanya sebelum berpisah "Kau jangan di sini lagi, dan jangan pernah mengharapku kembali" kata dia sambil lalu

Sepenggal Kisah Lalu

Kami diliputi rasa ketakutan. Ibu guru yang berada di depan kelas dengan penggaris yang berukuran 30 cm bagaikan nenek sihir yang siap mengutuk atau memukuli kami dengan tongkat sihirnya. Kami berbaris rapi. Beberapa dari kami celingukan ke kanan, ke kiri, dan berusaha menghilangkan wajah yang diliputi kecemasan. Kami takut ketika kami harus menunjukkan jemari kami kepada ibu guru, apalagi kami yang lupa memotong kuku. Banyak dari kami yang terkena pukulan kejam itu. TOK, penggaris menyentuh jemari kami dengan ketukan yang menurut kami sedikit sakit. Besoknya, kalau lupa lagi kami akan dijewer. Tak jarang kami menangis di dalam kelas karena kealpaan yang kami buat sendiri. Di rumah, kami terlalu sibuk bermain, hingga sering lupa dengan pekerjaan rumah yang sering kami anggap sepele. Memotong kuku. Sepenggal kisah waktu TK. Aku tak akan bisa melupakan raut wajah ibu yang sedang dirundung kemarahan. Ia membiarkan diriku merengek kesakitan karena baru saja dilempar batu yang mengenai

Pramoedya, Politik, dan Pengajaran Sastra di Sekolah

Saya terlambat mengenal buku-buku Pramoedya. Saya menyukai sastra sejak SMP, dan sering mendengar nama Pramoedya baru beberapa tahun belakangan. Namun, membaca buku Pram, saya berjodoh baru setahun lalu. Di sekolah, sastrawan yang sangat tersohor di luar negeri tersebut tidak pernah disebutkan di sekolah. Dalam pelajaran bahasa Indonesia dalam hal puisi tentu Chairil, Sapardi Djoko Damono, W.S Rendra masih menjadi favorit dalam hal pengajaran puisi. Guru-guru saya lebih banyak menjelaskan sastrawan era Balai Pustaka yang dikelompokkan oleh Jassin. Lebih sering kita diberi tugas untuk menelaah tulisan-tulisan Abdoel Moeis, Sutan Takdir Alisyahbana, Marah Roesli dan seangkatannya. Entah kenapa hal itu terjadi. Saya lulus SMP tahun 2005, dan seharusnya (menurut saya pribadi) di kala itu sudah ada pembaruan untuk materi sastra. Saya baru mendengar nama Ayu Utami dan Eka Kurniawan juga baru belakangan ini. Saman terbit tahun 1998, Cantik itu Luka, pertama kali terbit tahun 2002. Khazana